KOMNAS HAM RI PAKSAKAN DIALOG PARSIAL JAKARTA - PAPUA: "Apa Target Jakarta?"

Negara Indonesia sedang majukan KOMNAS HAM RI untuk memediasi Dialog Jakarta - Papua. Sementara Organisasi Organisasi Perjuangan Papua Merdeka sudah berkali kali menyatakan Penolakan Dialog yang akan dimediasi oleh kaki tangan NKRI itu. Walaupun adanya penolakan keras dari para aktifis Papua Merdeka, aktifis Adat, juga dari pihak Gereja dan Aktifis HAM yang selama ini getol menyuarakan ketidak-adilan, tetapi nyatanya KOMNAS HAM RI menutup mata dan bersi keras untuk terus memediasi Dialog Parsial itu. 

KOMNAS HAM RI semakin giat melakukan SAFARI POLITIK kepada berbagai pihak, salah satunya, Ketua KOMNAS HAM RI datang menyampaikan Pandangan Dialog itu dalam Forum Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Jayapura; Tujuannya adalah mendapatkan legitimasi politik dari Masyarakat Adat Nusantara terkait Dialog parsial dimaksud.

Dipastikan yang akan hadir dalam Dialog Parsial Jakarta - Papua itu adalah orang Papua yang berlabel kaki tangan NKRI. Kelompok kelompok inilah yang sedang didekati oleh KOMNAS HAM RI untuk dihadirkan dalam dialog dimaksud. Dengan demikian, dipastikan bahwa solusi yang akan dilahirkan dalam Dialog Parsial dimaksud adalah melegitimasi kepentingan NKRI di Tanah Papua.

Apa target Jakarta? Rupanya Jakarta punya kepentingan untuk membendung arus sorotan dari negara negara dan pemerhati HAM di dunia atas pelanggaran HAM atas nama NKRI di Tanah Papua yang tak kunjung berakhir. Tujuan utamanya mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI hingga etnis Papua musnah.

Dialog Jakarta - Papua yang sedang dikampanyekan oleh NKRI melalui KOMNAS HAM RI itu, kami katakan upaya bagai menjaring angin. Kalaupun ada wakil wakil dari Papua yang disiapkan oleh Jakarta akan hadir untuk melegitimasi target Jakarta dalam Dialog dimaksud, tetapi Dialog model begini tidak akan pernah menyelesaikan kompleksitas masalah di Tanah Papua. Masalah Papua terus akan ada sepanjang para aktor yang sesungguhnya dari bangsa Papua tidak datang terlibat dalam dialog versi Jakarta ini. 

Model dialog yang dikehendaki para pejuang keadilan dan aktor kombatan di Tanah Papua dan para diplomat di luar negeri adalah Perundingan antara dua negara bangsa yang setara yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan di tempat netral. 

Model dialog versi Jakarta ini akan terjadi seperti PEPERA 1969 alias PEPERA jilid kedua. Para peserta dialog yang adalah kaki tangan Jakarta akan digiring untuk menerima dan melegitimasi skenario solusi politik yang disiapkan oleh Jakarta. 

Masyarakat Internasional sedang memantau giat NKRI melalui KOMNAS HAM RI yang sedang memainkan PEPERA jilid kedua di balik Dialog parsial yang penuh dengan kemunafikan itu. Dialog yang sedang dimajukan oleh KOMNAS HAM RI ini tidak akan pernah membendung sorotan masyarakat Internasional atas pelanggaran HAM atas nama menjaga keutuhan bingkai NKRI.

Sebaiknya Jakarta memajukan Perundingan Internasional, karena masalah Papua punya akar sejarah yang menjadi sumber API yang terus membara, yaitu STATUS POLITIK bangsa Papua yang dianeksasi ke dalam NKRI pada tahun 1960-an. 

Aneksasi Papua ke dalam NKRI telah melibatkan pihak asing, yaitu Belanda, Amerika Serikat dan PBB. Karena itu dalam proses perundingan itu harus melibatkan para aktor asing ini juga. Tanpa itu, masalah Papua akan terus menjadi bara atau duri dalam tubuh NKRI.

Safari Politik KOMNAS HAM RI ini bukannya untuk menyelesaikan kompleksitas Masalah Papua, tetapi akan semakin menyuburkan Pelanggaran HAM di Tanah Papua, karena para aktor yang sangat kompeten dari bangsa Papua dipastikan tidak akan hadir dalam Dialog dimaksud.

Kini KOMNAS HAM RI menjadi badan politik NKRI untuk melakukan Safari Politik ke berbagai pihak untuk mempertahankan penjajahan di atas tanah Papua. Bangsa Papua sudah tidak percaya sama KOMNAS HAM RI yang sedang menjadi ujung tombak mempertahankan penjajahan di atas tanah Papua. Lebih baik geliat KOMNAS HAM RI berhenti bermain sandiwara politik yang ujung ujungnya tidak akan pernah menyelesaikan masalah Papua melalui dialog versi Jakarta yang akan terjadi serupa dengan PEPERA 1969 itu.

Jika Negara Indonesia benar benar punya kemauan untuk menyelesaikan kompleksitas masalah Papua, maka seharusnya Negara Indonesia majukan Perundingan Internasional. Karena akar masalah di Papua adalah STATUS POLITIK bangsa Papua yang dianeksasi secara sepihak ke dalam NKRI tanpa melibatkan orang asli Papua dalam proses aneksasi itu. Para aktor yang terlibat dalam proses aneksasi itu adalah Belanda, Indonesia, Amerika Serikat dan PBB serta tangan tangan tersembunyi lainnya.

Jadi para aktor aktor asing ini juga harus dilibatkan dalam proses perundingan internasional untuk melahirkan SOLUSI DUA BANGSA antara INDONESIA dan PAPUA. Perundingan itu harus dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan diadakan di tempat yang netral. 

Melalui tulisan ini kami tegaskan bahwa: Pertama,  Presiden RI, Jokowi segera hentikan giat KOMNAS HAM RI yang sedang majukan Dialog Parsial, karena dialog model begini tidak akan pernah selesaikan kompleksitas masalah Papua, terutama STATUS POLITIK bangsa Papua. 

Kedua, sudah saatnya RI majukan Perundingan Internasional untuk melahirkan SOLUSI DUA BANGSA yang setara antara Indonesia dan Papua, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dengan melibatkan para aktor asing yaitu Belanda, Amerika Serikat dan PBB. 

Ketiga, kepada pihak pihak Papua yang sedang menjadi kaki tangan NKRI untuk pertahankan penjajahan, yang sedang didekati oleh RI untuk hadir dalam dialog dimaksud, sebaiknya Anda tidak melacurkan diri dan tidak menggadaikan harga dirimu, agar tidak mengorbankan masa depan anak cucumu dengan sebatang rokok atau sepiring nasi.

gambar delegasi ULMWP bentukan Komnas HAM Indonesia yang dukung dialog yang di mediasi oleh NGO dan berunding dengan Indonesia di Swiss 

Keempat, kepada masyarakat Internasional agar tidak tertipu dengan berbagai manufer politik busuk yang dilakukan oleh Negara Indonesia untuk mengelabui masyarakat Internasional atas masalah masalah Papua, yang kini terjadi ancaman ekosida, etnosida, spiritsida dan genosida; Dan kami harap Anda terus menyuarakan agenda 'Perundingan Internasional antara Papua dan Indonesia'.


Demikian menjadi maklum. 


Oleh: Selpius Bobii, Koordinator JDRP2, Jayapura: Jumat, 29 Oktober 2022.

Comments

Popular Posts